Rabu, 17 Oktober 2012

Hujatan yang Menyelamatkan


altJombang- Tahun 1999, kami memutuskan Fakultas Tarbiyah yang diselenggarakan di pesantren Darul’Ulum harus memisahkan diri dari induknya (Undar). Banyak hal yang melatarbelakangi keputusan tersebut, di antaranya atmosfir organisasi yg kami rasa kurang kondusif untuk perkembangan sebuah institusi pendidikan di masa depan.
Padahal, saat itu nama besar si induk masih berkibar dan berjaya, sehingga 95 % mahasiswa menentang bila Tarbiyah berganti nama menjadi STAIDU. Bentuk penentangan sangat frontal, mulai dari pemboikotan Ujian Semester, penghadangan mahasiswa yang mau kuliah, penempelan poster-poster hujatan, turun jalan (demo) berkonvoi dari pondok ke “induk” , hingga “pengadilan” terhadap kami di auditorium kampus Jombang. “Hebatnya” lagi, semuanya itu mendapat dukungan dari pimpinan sana.
Kami sadar betul akan “kemarahan” mereka sehingga kami siap berkurban menghadapi segala resiko atas pilihan keputusan kami yang kami yakini lebih memiliki masa depan dibanding tetap menjadi bagian dari universitas induk. Maka ketika kami “ditantang” untuk mempertanggungjawabkan keputusan kami di hadapan seluruh mahasiswa dalam forum dialog yang diselenggrakan di kampus induk, saya katakan “oke” kami siap.
Saat saya akan berangkat menghadapi individu-induvidu yang sedang panas tersebut, ada saudara yang menyarankan supaya saya tidak hadir, karena forum tersebut diselenggarakan di “sana” dan difasilitasi ketua yayasan beserta rektor-nya sehingga pasti akan lebih menyerupai proses pembantaian daripada pencarian solusi.
Saya dengarkan saran itu tapi tidak saya ikuti, sebab bagi saya bila keputusan sudah saya ambil dan saya yakini kebenaran serta kemanfaatannya di masa datang, maka saya harus siap hadapi resiko apapun.
Betul juga kekhawatiran saudara saya tadi, akibat adanya angin dukungan dari gus L (Yayasan) dan gus M (Rektor) yang duduk bersama kami, maka mahasiswa pemrotes betul-betul menumpahkan hujatan sepuas-puasnya terhadap kami bertiga (Saya, Pak Isrofil & Pak Ansor). Mereka bersikap dan berucap terhadap kami seperti bicara dengan orang yang tidak mereka kenal sama sekali.
Pada akhir acara, mereka meminta saya untuk menandatangani surat pernyataan yang sudah mereka siapkan bahwa mereka semua secara KOLEKTIF saya nyatakan pindah ke kampus induk. Dengan tegas saya katakan : “ Ini bukan tata cara administrasi yang sah, saya tidak bersedia menandatanganinya, jika saudara ingin menuntut secara hukum atas sikap saya ini silakan, akan saya layani sampai kapanpun. Kalau saudara mau keluar dari kampus rejoso silakan, kami tidak akan halangi, tapi saudara tetap harus ikuti prosedur mutasi yang benar. Saudara harus datang ke kami untuk mendapatkan transkrip nilai dan izin pindah..” 
Seminggu, dua minggu kami menunggu kehadiran mereka yang mau mengurus izin mutasi, tapi tak satupun mereka datang. Baru sebulan kemudian, pak AS (pimpinan Fakultas) datang ke rumah untuk meminta secara kolektif transkrip nilai mahasiswa yang mau pindah ke sana. Saya katakan padanya..” Panjenengan ini pernah nyantri, tentu tau adab orang menuntut ilmu dimana supaya ilmu itu berkah, maka dia harus pamitan orang yang pernah memberinya ilmu. Maka tolong sampaikan ke mereka kalau mohon izin mutasi supaya datang sendiri ke kampus. Mereka tidak perlu ketemu saya, cukup ke staf TU saja..” Dua kali pak AS datang ke kampus, tetap saya katakan tidak bisa kolektif.
Singkat kata, bila saja saya dulu “mengalah” terhadap tuntunan dan hujatan para mahasiswa yang sangat frontal tersebut, saat ini mungkin kami tidak punya waktu untuk berfikir bagaimana melayani mahasiswa dengan baik, karena terlalu sibuk mengurus diri sendiri yang terperangkap dalam konflik tak berujung.
Pengalaman itu memberi pelajaran yg sangat berharga bagi kita semua bahwa setiap upaya perbaikan pastilah memiliki resiko alias butuh pengurbanan. Untuk itu persiapkan diri hadapi segala resiko dengan pengurbanan lahir bathin agar kita dapat memetik buah harapan. Buktinya, resiko yg berupa hadapi demo dan hujatan tersebut sekarang membuahkan keselamatan lembaga kita dari ketidakpastian langkah, sehingga Unipdu berkibar sebagai Unipdu yg penuh cinta, bukan yang lain. 
Salam sukses penuh berkah.
(Drs. H. Zaimudin Wijaya As'ad, M.S./ Wakil Rektor Bidang Akademik Unipdu Jombang)
Sumber : www.unipdu.ac.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar